Home

Minggu, 02 Februari 2014

Sukanto Tanoto ( Pengusaha Sukses Indonesia )




Sukanto Tanoto yang terlahir dengan nama Tan Kang Hoo merupakan seorang pengusaha atau kolongmerat sukses asal Indonesia yang pada tahun 2006 di tasbihkan oleh majalah forbes sebagai orang terkaya di Indonesia, ia memimpin perusahaan yang bernama PT Raja Garuda Mas yang berbasis di Singapura yang usahanya di berbagai sector terutama kertas dan kelapa sawit sehingga Sukanto Tanoto dijuluki sebagai si Raja Kertas Dan Kelapa Sawit. Ia merupakan salah satu pengusaha yang berhasil berinvestasi di lebih dari sepuluh negara di dunia. Sukanto Tanoto dilahirkan di Belawan, Sumatera Utara, 25 Desember 1949. Ia mengeyam pendidikan SD di Belawan di tahun 1960 dan kemudian masuk SMP di medan pada tahun 1963. Pada usia 12 tahun Sukanto Tanoto sudah gemar membaca apa saja, termaksuk buku tentang revolusi Amerika dan Perang Dunia.


Sukanto Tanoto mengaku sosoknya mirip ibunya yaitu tegas dan keras. Pernah suatu ketika Sukanto kecil ngeluyur pergi ke tepi laut. Waktu pulang, ditanya oleh ibunya, jawabnya mengarang – ngarang, sukanto kecil dipukuli pakai rotan. “Saya paling banyak makan rotan,” kenangnya tentang sosok sang ibu. Tapi, dengan sifat keras dan tegas, termaksuk dalam hal berbisnis, ia bisa menjadi salah seorang pengusaha papan atas Indonesia, memimpin sejumlah perusahaan di bawah group Raja Garuda Mas Internasional. Sukanto Tanoto bercita – cita jadi dokter. “Kalau dulu saya meneruskan ke fakultas kedokteran, saya jadi dokter,” ujarnya. Karena obsesi itulah, sampai 1973-1974, ia masih senang pakai nama dokter Sukanto. Tapi, saat baru 18 tahun, ayahnya, Amin Tanoto, sakit stroke. Sulung dari tujuh bersaudara ini lalu mengambil alih tanggung jawab keluarga: meneruskan usaha orang tua berjualan minyak, bensin dan peralatan mobil. Pekerjaan yang taka sing baginya karena sepulang sekolah ia biasa membantu orang tuanya sambil membaca buku. Dan, dari situ Sukanto alias Tan Kang Hoo pertama kali belajar keterampilan bisnis, termaksuk menerima kenyataan dan tidak menyerah dalam keadaan apa pun, serta mencari solusi.


Pindah dari kota kelahirannya, Belawan, Sumatra Utara, ke Medan, ia juga berdagang onderdil mobil, lalu mengubah usaha itu menjadi general contractor & suppier. Suatu ketika, datang Sjam, seorang pejabat Pertamina dari Aceh. “Waktu itu saya tidak tahu dia pejabat,” kenang Sukanto. Ditawari kerja sama pekerjaan kontraktor, “Ya, mau-mau saja, wong saya masih muda,” ujarnya. Tak disia – siakan kesempatan itu, di Pangkalan Brandan, Sumatra Utara, Sukanto membangun rumah, memasang AC, pipa, traktor, dan membuat lapangan golf di Prapat. “itulah technical school saya,” katanya. Untuk mencari bahan bangunan, ia sampai pergi ke Sumbawa, Lampung, pada usia 20 tahun.

Pandai melihat peluang, waktu impor kayu lapis dari Singapura menghilang di pasaran, di Medan ia mendirikan perusahaan kayu, CV Karya Pelita, 1972. “Negara kita kaya kayu, mengapa kita mengimpor kayu lapis” ujarnya. “Saya itu pioneer,” katanya. Di saat orang lain belum membuat kayu lapis, ia memproduksi kayu lapis dan mengubah nama perusahaanya menjadi PT Raja Garuda Mas (RGM), dengan ia sebagai direktur utama, 1973. Kayu lapis bermerek Polyplex itu di impor ke berbagai negara Pasaran Bersama Eropa, Inggris, dan Timur Tengah.

“Strategy competition saya itu satu dua step sebelum orang mengerjakannya,” ungkapnya. Ketika belum ada orang membuka perkebunan swasta besar – besaran, walaupun waktu itu sudah ada perkebunan asing, di Sumatra, Sukanto membuka perkebunan kelapa sawit secara besar – besaran.

“Setelah itu baru kita bikin Indorayon,” tuturnya. PT Inti Indorayon Utama (IIU) yang bergerak di bidang reforestation menghasilkan pulp, kertas, dan rayon, serta mampu memasok bibit unggul pohon pembuat pulp di dalam negeri. Kehadiran IIU sempat di tentang masyarakat dan aktivis lingkungan hidup. Karena, ditengarai, Danau Toba tercemar berat oleh limbah pulp. Akibatnnya, IIU sempat ditutup.

Tapi, Sukanto memetik hikmahnya: belajar dari kesalahan, agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. “Apa yang saya pelajari dari situ (Indorayon), lalu saya pakai di Riau,” ujarnya. Di Riau, ia membuka Hutan Tanaman Industri dan mendirikan pabrik pulp yang konon terbesar di dunia, PT Riau Pulp. Mulai berdiri 1995, karena krisis, baru jadi pada 2001. Di sekitar pabriknya, bersama lembaga swadaya masyarakat, Sukanto membuat program community development untuk penduduk setempat. “Saya tidak kasih ikan, tapi saya ajari mancing, itu yang kita kerjakan,” tuturnya. Antara lain, program community development: penggemukan sapi, pembangunan jalan, dan pertanian. “Mimpi saya, kalau saya dapat seratus pengusaha Riau itu jadi miliarder, saya senang,” katanya lagi.

Usaha Sukanto yang lain adalah bank. Ketika United City Bank mengalami kesulitan keuangan, pada 1986 – 1987, ia mengambil alih mayoritas sahamnya dan bangkit dengan nama baru : Unibank. Di Medan ia pun merambah bidang property, dengan membangun Uni Plaza, kemudian Thamrin Plaza. Tidak hanya dalam negeri, ia melebarkan sayap ke luar negeri, dengan ikut memiliki perkebunan sawit National Development Corporation Guthrie di Mindanao, Filipina dan Electro Magnetic di Singapura, serta pabrik kertas di cina (yang kini sudah dijual untuk memperbesar PT Riau Pulp). Sejak 1997, Sukanto memilih bermukim di singapura bersama keluarga dan mengambil kantor pusat di negeri itu. Obsesinya, ingin jadi pengusaha Indonesia yang bersaing di arena global.

Minimal di asia. Tujuan utamanya, menurut dia, “Bagaimana kita bisa memanfaatkan keunggulan kita, untuk bersaing, paling tidak di Arena Asia.”

Kini, selain bisnis, ia hendak menulis buku tentang bagaimana entrepreneur menghadapi krisis. “Yang mau saya lakukan itu adalah penelitian bagaimana pengusaha di Eropa itu survive, pada First World War, Second World War. Bagaimana pengusaha Amerika itu melewati krisis 1930. Bagaimana pengusaha – pengusaha di Cina, waktu perubahan rezim, ketika komunis masuk, bagaimana mereka itu survive. Saya juga akan mempelajari bagaimana pengusaha – pengusaha melalui Latin America krisis, yang di Brasil,” tutunya. “Apa krisis itu memunculkan bibit – bibit entrepreneur yang baru,” katanya lagi.

Sampai sekarang Sukanto masih hobi baca buku. Buku apa saja, baik yang bisnis maupun nonbisnis. “Setiap saya pergi, saya bawa buku,” katanya. “Kalau naik travel, kalau tidak tidur, ya, baca,” katanya lagi. Manfaatnya, menurut dia, selain untuk update pengetahuan, juga membantu sekali dalam bisnis dan kegiatan sosial sehari – hari. Satu lagi, pria yang menguasai dua bahasa asing, Cina dan Inggris, ini senang belajar. Ia pernah mengikuti kursus di Insead, Paris, di MIT, di samping tetap jadi peserta Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen, Jakarta. Sampai sekarang pun ia kadang mengambil cuti untuk mengikuti kursus pendek. “Karir saya satu lagi : siswa professional abadi,” katanya. Dua – tiga minggu ia cuti pergi ke Harvard, Tokyo, London School of Economic, untuk meng-update pengetahuan. Terakhir, 2001 lalu, ia mengikuti Wharton Fellows Program, Amerika, selama enam bualn untuk belajar dotcom.

“Kalau di bisnis, kunci sukses saya : think, act, learn, baca, dengar, lihat” katanya. Kedua, kalau saya tidak tahu, saya Tanya. Saya juga tidak merasa sungkan menceritakan kegagalan saya,” ujarnya lagi.

Selain itu, pegangannya : do the right thing, do the thing right. Do the right thing diartikan sebagai suatu pedoman pada pola manajemen. Do the thing right memiliki penekanan terhadap pentingnya suatu action. “Prinsip saya, bisnis dan politik tak boleh campur,” ujar pengagum pengusaha plastik dari Taiwan, Wai-Sze Wang, ini. “Tidak ada proteksi. Bisnis, ya, bisnis,” katanya.

Baginya bisnis adalah mengembangkan sumber daya yang ada, responsive terhadap sesuatu hal, konsisten dan bertanggung jawab untuk kehidupan yang lebih baik. Prinsip dan nilai yang ia junjung kuat antara lain “Continous Improvement”, dimana harus terus berinovasi dan berimprovisasi dalam mengembangkan produktivitas, dengan waktu yang lebih cepat, kualitas yang lebih tinggi dengan biaya yang lebih rendah. Ada beberapa hal lain yang ia pegang teguh, juga yakni “Hand on/down to earth” dimana sikap adalah tindakan nyata kita. “Janganlah menghabiskan waktu sia- sia, lakukan dengan selalu mendengarkan serta terlibat didalamnya”, ujarnya pada Tionghoanews.com. integrity yaitu menjunjung tinggi nilai kejujuran dan accountability. Teamwork, bergerak maju sebagai sebuah tim yang saling melengkapi untuk ke arah kemajuan bersama sesuai dengan tujuan awal. Selanjutnya adalah memaknai people, planet, profit, yakni apapun usaha yang dilakukan, pertama adalah untuk memakmurkan masyarakat, untuk kelestarian dunia dan juga tidak terlepas pada laba yang akan diperoleh.

Hingga kini PT. Raya Garuda Mas telah mengantongi izin internasional dan bermarkas di Singapore. Ia menggambarkan bahwa bisnis yang dijalankan harus yang berkaitan dengan kehidupan, seperti pohon. Apa yang dibutuhkan pohon yakni H2O dan CO2, sebagai outputnya 02. Pengalaman masa kecil Sukanto Tanoto yang sangat keras ternyata telah memberikan pelajaran yang sungguh luar biasa dan berpengaruh sangat serius kepada keberhasilannya memimpin beberapa perusahaan miliknya. Kehidupan masa kecil yang diskriminatif terhadap ras yang mengalir ditubuhnya membuatnya bertahan untuk mendapatkan haknya. Perjalanannya sebagai seorang pebisnis pun tidak langsung berada di garis yang paling atas. Beliau memulai semuanya dari karir yang rendah. Namun secara dramatis, beliau mampu bertahan dan bahkan mengambil keuntungan dari krisis yang terjadi di Indonesia.

Catatan kekayaan Sukanto Tanoto bersihnya ditaksir mencapai 2,8 milliar dollar AS dengan menduduki peringkat 5 sebagai orang terkaya di Indonesia dan menduduki 418 sebagai orang terkaya di Dunia versi majalah Forbes tahun 2012 yang lalu. Pria yang kini bertempat tinggal di singapura ini memiliki aset hingga 12 milliar dollar AS. Sukanto Tanoto Menikah dengan Tinah Bingei Tanoto dan memiliki empat orang anak. Ia suka mendengarkan musik klasik yang ringan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar